Langsung ke konten utama

MENGATASI SUMBER SUMBER KEMISKINAN (1)

Ukuran ketimpangan yang selama ini digunakan, indeks gini, sedikit membaik secara nasional. Rilis BPS menyebutkan angka 0.39 untuk tahun 2016, sedangkan angka tahun 2015 adalah 0,41. Indikator ini sedikit menyenangkan, tetapi masih tidak menenangkan bagi banyak kalangan. Pasalnya terdapat data yang menyesakkan kalau 20% penduduk kaya menikmati lebih besar pertumbuhan ekonomi. Tidak hanya ukuran ketimpangan, tingkat kemiskinan dilaporkan mengalami penurunan. Namun penurunan ini masih menghadapi kondisi yang miris, terkait dengan tingkat keparahan antar kelompok penduduk miskin. Tingkat keparahan penduduk miskin semakin meningkat. Selain itu, fenomena kemiskinan pedesaan yang ada masih menjadi karakter kemiskinan nasional. Selain itu, ketimpangan kemiskinan antar daerah tidak dapat diabaikan begitu saja, dan di atasi semata mata dengan program-program reguler. Lebih spesifik, ketimpangan spasial antar daerah sudah seyogyanya dicermati sampai tingkat desa. Justeru pada ruang (spasial) yang lebih mikro (desa) langkah langkah mengatasi kemiskinan dan ketimpangan menjadi “jalan” untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan negara bangsa ini.

“Pil” Anti Kemiskinan 
 Membuka awal tahun, Presiden Jokowi setidaknya memberikan arahan yang tegas dan jelas untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan itu. Pertama, memperluas akses terhadap lahan, Kedua, memperluas akses kesempatan, seperti modal/kredit, dan Ketiga, meningkatkan kapasitas individu dan rumah tangga terhadap pengetahuan dan skill/ketrampilan. Lahan, modal dan kualitas individu dan rumah tangga menjadi kata kunci sebagai input intervensi kebijakan kementerian/lembaga.

Sebagai kata kunci kebijakan, tentu saja diperlukan penjabaran yang implementatif (operasional) oleh birokrasi pemerintah. Penjabaran untuk mengatur diwujudkan dalam regulasi (peraturan), sedangkan penjabaran langsung berupa rancangan kegiatan yang tersistematika dalam program-program. Ini yang dimaksud dengan money follow program. Sistematika program-program untuk mengatasi ketimpangan, bersama sama program untuk memacu pertumbuhan ekonomi, diharapkan mampu mengatasi kemiskinan. 

Tentu saja kemiskinan bukanlah perkara mudah untuk diatasi ketika diterjemahkan ke dalam ranah kebijakan. Memperluas akses terhadap tanah atau lahan, misalnya, sudah menjadi isu yang lama dibicarakan, dan bahkan dirumuskan. Tetapi mengapa isu itu terus berlanjut?

Postingan populer dari blog ini

Denyut Pembangunan Papua

Ketimpangan pembangunan antar wilayah dan kesejahteraan penduduk bukanlah isu baru yang senantiasa menjadi isu tak kunjung padam. Ukuran ketimpangan yang sederhana, indeks gini misalnya, memberikan sinyal yang  mendebarkan bagi  banyak kalangan.  Sejak tahun 2005, Indeks Gini Indonesia konsisten meningkat dari  0,363  (2005)  menjadi  0,413 (2013), dan masih pada kisaran 0,41 pada Maret 2015 (BPS, 2016). BPS mengingatkan angka 0,4 adalah petanda lampu kuning. Ketimpangan yang meningkat berarti  terdapat perbedaan penerima manfaat atas pembangunan, dan menjadi  petanda perbedaan yang semakin menyolok aksesibilitas  antara kelompok penduduk.   Ketimpangan yang “sudah” melampai batas aman ini tentunya menjadi   peringatan dini   bagi pemerintah.   Lebih utama ketika   pembangunan disandingkan   antara   wilayah.   Pulau Papua yang   terdiri dari dua provinsi, senantiasa berada pada posisi  ...

Swadaya Kampung Pos, Desa Bojonggede

Desa Bojonggede, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor menjadi desa dengan wajah perkotaan. Indeks Desa Membangun (IDM) yang digunakan untuk penetapan status dan perkembangan desa dari Kementerian Desa, posisi Desa Bojonggede memiliki predikat desa "Maju". Wajar saja karena letak geografis desa yang berdekatan dengan Ibukota Jakarta.  Desa dengan karakteristik perkotaan ini masih memiliki potensi atau daya untuk menggerakkan keswadayaan. Melalui  program penanganan kawasan kumuh perkotaan (PSKKP), sebagai bentuk program  yang berganti dari program PNPM Perkotaan (P2KP),  salah satu lokasi yang biasa disebut Kampung Pos  berhadil memobilisasi dana +/- Rp. 16 juta. Dengan dana Rp. 51 juta berhasil membangun prasarana fisik  sepanjang 163 m.  Tentu saja prasarana jalan ini jauh dari kebutuhan.   Namun Prasarana ini cukup membuat nyaman penduduk yang lalu lalang ke stasiun kereta api Bojonggede ( disebut Kampung Pos, karen...