Langsung ke konten utama

Mudik dan Pembangunan Desa

Mudik bukanlah fenomena khas Indonesia. Di negara negara Asia Selatan (India, Pakistan, Banglades) dan Timur (Tiongkok), tradisi mudik  juga menampilkan gambaran yang luar biasa. Momentumnya sama : hari raya atau hari besar.

Jumlah pemudik tahun 2016 diperkirakan mencapai 20 juta jiwa. Banyak moda transportasi yang digunakan pemudik. Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan, moda transportasi tidak hanya moda darat dan udara tetapi juga moda laut dan bahkan moda sungai. Maka kekhasan pemudik Indonesia adalah ragamnya moda yang digunakan.

Ekonomi mudik tidak sekedar pergerakan orang, tetapi juga bergerakan barang dan uang.  Khusus uang tunai telah diprediksi oleh Bank Indonesia sekitar Rp. 160 trilyun untuk kebutuhan puasa dan tahun baru pada tahun 2016. Jumlah ini melonjak dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp. 140 trilyun.  Jika dilihat dari sebarannya, sudah pasti Jawa menempati posisi tertinggi (33%) dan terendah  ada di kalimantan (7%).

Dilacak dari asal usulnya mudik sendiri konon singkatan dari “muleh disik”  (pulang sebentar).  Jadi mudik sebenarnya adalah perjalanan kembali ke rumah/asal usul.  Juga terdapat kependekan dari  “muleh ke udik” atau pulang ke kampung/ desa.  Dalam bahasa geografi,  mudik masuk dalam ranah migrasi penduduk.  

Tradisi mudik  memberikan  dampak yang luar biasa terhadap aspek sosial, ekonomi dan budaya. Secara sosial, mudik memperkuat rasa solidaritas ‘sekampung’.  Secara ekonomi, mudik meningkatkan peredaran uang di daerah dan bahkan desa. Ketiga, mudik juga menjadi  insentif bagi orang sekampung untuk  bertemu dengan nilai nilai luar yang dibawa pemudik, termasuk teknologi.

Secara individual dan bahkan kolegial, mudik menjadi sarana untuk mobilitas vertikal individu maupun keluarga.  Pemudik adalah penduduk desa yang bergerak ke kota.  Umumnya migrasi memiliki motif ekonomi. Sayangnya kota tidak selalu ramah dengan penduduk desa. Tidak semua mereka yang ke kota dapat mencapai harapannya, tetapi juga banyak penduduk desa yang berhasil setelah mereka pindah ke kota.  Mereka yang berhasil menjadi bahan cerita dan mendorong penduduk, khususnya penduduk desa, pergi ke kota. Terus siklus ini bergerak.

Peluang Desa

Arus mudik adalah arus informasi dan uang.  Desa  pemudik dapat menangkap peluang ini menjadi kekuatan dalam menggerakkan pembangunan desa. Tentu saja aparat pemerintah desa, kelembagaan masyarakat desa, dan kader kader desa yang masih setia di desa membutuhkan kerja cerdas dan kreatifitas tinggi untuk memanfaatkan informasi dan dana yang masuk ke desa.**

Postingan populer dari blog ini

Denyut Pembangunan Papua

Ketimpangan pembangunan antar wilayah dan kesejahteraan penduduk bukanlah isu baru yang senantiasa menjadi isu tak kunjung padam. Ukuran ketimpangan yang sederhana, indeks gini misalnya, memberikan sinyal yang  mendebarkan bagi  banyak kalangan.  Sejak tahun 2005, Indeks Gini Indonesia konsisten meningkat dari  0,363  (2005)  menjadi  0,413 (2013), dan masih pada kisaran 0,41 pada Maret 2015 (BPS, 2016). BPS mengingatkan angka 0,4 adalah petanda lampu kuning. Ketimpangan yang meningkat berarti  terdapat perbedaan penerima manfaat atas pembangunan, dan menjadi  petanda perbedaan yang semakin menyolok aksesibilitas  antara kelompok penduduk.   Ketimpangan yang “sudah” melampai batas aman ini tentunya menjadi   peringatan dini   bagi pemerintah.   Lebih utama ketika   pembangunan disandingkan   antara   wilayah.   Pulau Papua yang   terdiri dari dua provinsi, senantiasa berada pada posisi  ...

Swadaya Kampung Pos, Desa Bojonggede

Desa Bojonggede, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor menjadi desa dengan wajah perkotaan. Indeks Desa Membangun (IDM) yang digunakan untuk penetapan status dan perkembangan desa dari Kementerian Desa, posisi Desa Bojonggede memiliki predikat desa "Maju". Wajar saja karena letak geografis desa yang berdekatan dengan Ibukota Jakarta.  Desa dengan karakteristik perkotaan ini masih memiliki potensi atau daya untuk menggerakkan keswadayaan. Melalui  program penanganan kawasan kumuh perkotaan (PSKKP), sebagai bentuk program  yang berganti dari program PNPM Perkotaan (P2KP),  salah satu lokasi yang biasa disebut Kampung Pos  berhadil memobilisasi dana +/- Rp. 16 juta. Dengan dana Rp. 51 juta berhasil membangun prasarana fisik  sepanjang 163 m.  Tentu saja prasarana jalan ini jauh dari kebutuhan.   Namun Prasarana ini cukup membuat nyaman penduduk yang lalu lalang ke stasiun kereta api Bojonggede ( disebut Kampung Pos, karen...